nusrasuara.com – Investasi berkelanjutan bukan hanya tentang mengejar keuntungan finansial semata, tetapi juga turut bertanggung jawab terhadap lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan. Investasi berkelanjutan yang turut memperhatikan aspek-aspek ESG (Environmental, Social, and Governance) kini menjadi salah satu prinsip utama yang mulai diterapkan oleh investor global, termasuk di Indonesia.
Bursa Efek Indonesia (BEI) telah mendorong penerapan ESG melalui berbagai inisiatif, seperti penyediaan indeks saham berbasis ESG dan pengawasan kepatuhan Perusahaan Tercatat terhadap aspek keberlanjutan.
BEI memiliki beberapa indeks saham berbasis ESG, antara lain pertama, Indeks SRI-KEHATI, merupakan hasil kerja sama dengan Yayasan Kehati yang telah terbit sejak tahun 2009. Indeks ini mencakup saham-saham yang dinilai memiliki komitmen terhadap keberlanjutan.
Kedua, Indeks ESG Leaders, yang mencakup Perusahaan Tercatat yang memiliki skor ESG tinggi berdasarkan metodologi tertentu, mencerminkan perusahaan-perusahaan yang mengutamakan kinerja berkelanjutan.
Ketiga, indeks IDX LQ45 Low Carbon Leaders yang menyoroti 45 saham unggulan yang tidak hanya memiliki likuiditas tinggi dan kapitalisasi pasar besar, tetapi juga menunjukkan jejak karbon lebih rendah dibandingkan Perusahaan Tercatat lain dalam indeks IDX LQ45.
Indeks-indeks tersebut mendorong praktik bisnis berkelanjutan dan dapat menjadi acuan bagi investor yang mengintegrasikan aspek ESG dalam strategi investasinya.
Mengapa investor harus memilih saham Perusahaan Tercatat yang memenuhi prinsip ESG? Karena penelitian menunjukkan bahwa perusahaan yang menjalankan praktik ESG cenderung memiliki kinerja keuangan yang lebih stabil dan tahan terhadap risiko eksternal, seperti perubahan regulasi atau krisis lingkungan.
Terbukti, semakin banyak investor institusional, seperti dana pensiun dan manajer aset global, yang menjadikan ESG sebagai standar investasi. Perusahaan Tercatat yang memenuhi kriteria ESG memiliki peluang lebih besar untuk menarik investasi asing.
Investasi di saham dan efek berbasis ESG memungkinkan investor berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan, mendukung pengurangan emisi karbon, kesetaraan sosial, dan tata kelola yang lebih baik.
Investor retail juga memiliki peran penting dalam memajukan prinsip ESG. Dengan memilih instrument investasi yang selaras dengan prinsip keberlanjutan (seperti saham, reksa dana atau ETF berbasis berkelanjutan), setiap investor turut mendorong perusahaan untuk lebih bertanggung jawab terhadap dampak lingkungan dan sosial.
Permintaan investor terhadap produk investasi berbasis ESG terus menunjukkan tren positif. Di Pasar Modal Indonesia, nilai AUM ETF dan Reksa Dana berbasis indeks tematik ESG seperti ESG Leaders dan SRI-KEHATI, tumbuh 201 kali hingga mencapai Rp7,3 triliun, dengan jumlah produk meningkat 26 kali sejak 2015 hingga Juni 2025.
Data ini mencerminkan bahwa ESG kini bukan lagi sekadar aspek tambahan, melainkan telah menjadi elemen penting dalam pengambilan keputusan investasi.
Melakukan investasi berbasis ESG bukan hanya membuka peluang keuntungan finansial, tetapi juga turut mendukung masa depan pasar modal Indonesia yang lebih berkelanjutan. Dengan dukungan dari BEI dan regulator terkait, investor dapat berkontribusi pada perubahan positif bagi masyarakat dan lingkungan untuk jangka panjang. Sehingga investasi bukan hanya menguntungkan, tetapi juga bermakna bagi dunia.
Ada beberapa goals pengembangan ESG di BEI. Pertama, meningkatkan kesadaran akan “Investasi Berkelanjutan”. BEI telah memperkenalkan dan memperluas pemahaman masyarakat tentang pentingnya investasi yang berbasis prinsip ESG.
Dengan meningkatkan kesadaran ini, investor diharapkan dalam berinvestasi tidak hanya peduli pada aspek finansial, namun juga dapat lebih peduli terhadap dampak sosial dan lingkungan dari pilihan investasi mereka.
Kedua, mendorong kepatuhan Perusahaan Tercatat terhadap standar ESG. Salah satu tujuan utama adalah mengedukasi Perusahaan Tercatat tentang pentingnya mengadopsi prinsip ESG dalam operasional mereka sesuai dengan standar yang berlaku baik di Indonesia maupun secara global.
Dengan memenuhi standar-standar ESG tersebut, Perusahaan Tercatat tidak hanya dapat meningkatkan daya saing di pasar global tetapi juga memperkuat reputasi serta meningkatkan kepercayaan investor terhadap komitmen keberlanjutan perusahaan.
Ketiga, Bursa Efek Indonesia telah menerapkan ESG Metric Disclosure untuk membantu Perusahaan Tercatat menyampaikan data kinerja ESG secara digital dan sesuai standar OJK serta ASEAN Exchanges Common ESG Core Metrics.
Pelaporan ESG yang terstandarisasi dan transparan memungkinkan investor untuk menilai kinerja keberlanjutan perusahaan secara objektif. Salah satu tantangan yang dialami investor untuk berinvestasi ESG adalah keterbatasan ketersediaan data ESG di Pasar Modal Indonesia.
Dukungan terhadap pelaporan ESG metric yang konsisten dan kredibel menjadi fondasi penting dalam mendorong pertumbuhan investasi berkelanjutan dan mengarahkan modal ke sektor yang mendukung pembangunan berkelanjutan.
Keempat, selain menyediakan Indikator Kinerja Berbasis ESG melalui indeks saham berbasis ESG, BEI meningkatkan likuiditas dan partisipasi pasar dengan memperkenalkan efek-efek yang berbasis ESG.
Diharapkan, kehadiran dan instrument investasi ini dapat menarik lebih banyak investor, termasuk investor institusional global yang mengutamakan investasi berkelanjutan. Sehingga hal ini akan berdampak pada peningkatan likuiditas pasar modal Indonesia.
Kelima, BEI memfasilitasi transisi menuju ekonomi hijau sekaligus mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) pada tahun 2030 serta Net Zero Emissions di Indonesia pada tahun 2060 atau lebih cepat.
Melalui promosi investasi berbasis ESG dan pengembangan instrumen yang mendukung proyek-proyek ramah lingkungan, BEI berkontribusi langsung pada transformasi ekonomi Indonesia.
Upaya ini tidak hanya memperkuat posisi Indonesia dalam kompetisi pasar modal global, tetapi juga mendukung keberlanjutan ekonomi, lingkungan, dan sosial sebagaimana ditetapkan dalam agenda SDGs oleh PBB.
Dalam hal pencapaian SDG oleh Indonesia, salah satu penghambatnyaadalah faktor perubahan iklim, yang menjadi tantangan terbesar abad ini. Dibutuhkan pendekatan yang holistik untuk menguranginya.
Salah satu strategi yang efektif adalah melalui penerapan carbon pricing. Dengan memberikan harga pada emisi karbon, dunia dapat meminimalkan dampak perubahan iklim sekaligus mendorong inovasi teknologi rendah karbon.
Carbon pricing adalah mekanisme ekonomi yang memberikan nilai moneter pada emisi karbon untuk mencerminkan biaya kerusakan lingkungan akibat emisi tersebut. Ada dua mekanisme utama carbon pricing.
Pertama, Carbon Tax, yaitu pajak karbon yang dikenakan pada jumlah emisi karbon yang dihasilkan.
Kedua, perdagangan karbon yang dapat dilakukan dalam dua bentuk yaitu Emissions Trading System (ETS), sistem perdagangan karbon yang memungkinkan pelaku industri membeli atau menjual izin emisi karbon dalam batas tertentu (cap-and-trade) dan Carbon Offset Credits atau Carbon Credits yaitu sistem perdagangan kredit karbon yang berasal dari proyek yang mampu mengurangi atau menyerap emisi karbon
Sebagai negara yang rentan terhadap dampak perubahan iklim, Indonesia telah mengambil langkah besar untuk mengadopsi carbon pricing melalui implementasi perdagangan karbon.
Pada tahun 2023 lalu, Presiden sebelumnya Joko Widodo meluncurkan Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) yang dijalanakan oleh BEI.
Langkah ini menandai komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon sebesar 31,89 persen – 43,20 persne pada 2030, sesuai dengan target yang telah ditetapkan dalam Nationally Determined Contributions (NDC).
Peran BEI dalam carbon pricing adalah sebagai sebagai penyedia platform perdagangan karbon, memungkinkan perusahaan atau entitas untuk membeli dan menjual baik kuota karbon maupun kredit karbon secara transparan.
Dengan adanya bursa karbon, transaksi menjadi lebih terorganisir dan menarik lebih banyak partisipasi, baik dari pelaku industri domestik maupun internasional.
Selain itu, perdagangan karbon melalui IDXCarbon juga memberikan kemampuan bagi Pemerintah Indonesia untuk memiliki kontrol dan mengawasi perdagangan karbon untuk kepentingan masyarakat Indonesia yang sebesar-besarnya.
Melalui keberadaan Bursa Karbon diharapkan para pelaku usaha dapat memanfaatkan perdagangan karbon untuk mematuhi regulasi lingkungan yang semakin ketat.
Dengan harga karbon yang mencerminkan biaya emisi, pelaku usaha memiliki insentif untuk mengadopsi teknologi rendah karbon dan meningkatkan efisiensi energi.
Implementasi carbon pricing tidak terlepas dari tantangan, seperti kebutuhan akan regulasi yang kuat dan edukasi bagi pelaku pasar. Namun, peluang yang ditawarkan sangat besar, yaitu pengurangan emisi karbon, peningkatan investasi di sektor hijau, dan dukungan untuk mencapai net zero emissions.
Sehingga bisa disimpulkan, carbon pricing adalah alat kritis untuk mengatasi perubahan iklim. Dengan kehadiran Bursa Karbon Indonesia yang dikelola oleh Bursa Efek Indonesia, Indonesia berada di jalur yang tepat untuk menciptakan pasar karbon yang adil, efisien, dan berkelanjutan.
Langkah ini tidak hanya memperkuat komitmen Indonesia terhadap lingkungan dan ekonomi hijau, namun juga dapat mendorong inovasi industri, menarik investasi hijau, serta mempercepat transisi menuju pembangunan rendah emisi yang inklusif dan berdaya saing global.